Beranda | Artikel
MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH
Senin, 5 Januari 2009

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah : Sesungguhnya sholatku, nusuk/sembelihanku, hidup dan matiku, semuanya adalah kupersembahkan demi Allah Rabb seru sekalian alam.” (QS. al-An’aam : 162)

Makna kata ‘nusuk’
Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan berkata : wa nusuki maknanya “Seluruh rangkaian ibadahku atau sembelihanku…” (Hushul al-Ma’mul, hal. 99). Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di berkata : ‘wa nusuki’ maknanya adalah sembelihanku… (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 282). Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri berkata : “Makna ‘wa nusuki’ adalah : sembelihanku yang kutujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.” (Aisar at-Tafasir, Maktabah Syamilah). Mujahid berkata : “Nusuk adalah sembelihan di saat ibadah haji dan umrah.” ats-Tsauri membawakan perkataan as-Suddi dari Sa’id bin Jubair bahwa makna ‘nusuki’ adalah : sembelihanku. Demikian pula penafsiran adh-Dhahhaak (lihat Fath al-Majid, cet Darul Hadits, hal. 137). Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Nusuk adalah sembelihan…” (lihat Fath al-Majid, cet Darul Hadits, hal. 138). Syaikh Shalih Alusy-Syaikh berkata : “Nusuk adalah sembelihan atau kurban, yaitu melakukan taqarrub (pendekatkan diri) dengan cara (mengalirkan) darah.” (at-Tamhid, hal. 143)

Masuk neraka gara-gara seekor lalat
Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati daerah suatu kaum yang memiliki arca. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban sesuatu untuk arca tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Maka dia menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Maka mereka mengatakan, “berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Maka dia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah dia masuk neraka. Dan mereka juga mengatakan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Dia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Maka mereka pun memenggal lehernya, dan karena itulah dia masuk surga.” (HR. Ahmad di dalam az-Zuhd (15,16), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (1/203) dari Thariq bin Syihab dari Salman al-Farisi radhiyallahu’anhu secara mauquf dengan sanad shahih, dinukil dari al-Jadiid, hal. 109)

Macam-macam sembelihan
Sembelihan itu ada beberapa macam :

  1. Menyembelih dalam rangka ibadah. Yaitu menyembelih sesuatu karena mengagungkan dan mendekatkan diri kepada sesuatu yang sembelihan itu ditujukan kepadanya. Sembelihan semacam ini tidak boleh dilakukan kecuali ditujukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Kalau seandainya ada orang yang sengaja menyembelih dengan maksud seperti ini dan ditujukan kepada raja atau yang lainnya maka hal itu termasuk kesyirikan. Tanda kalau dia memiliki maksud semacam itu antara lain adalah dia menyembelihnya ketika sang raja datang dan berada di hadapannya. Tindakan itu menunjukkan adanya unsur pengagungan dan maksud pendekatan diri kepadanya. Demikian pula hukumnya apabila dia sengaja menyembelih untuk dipersembahkan kepada wali-wali atau jin penunggu tempat keramat sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang yang bodoh di sebagian daerah, maka itu semua tergolong dosa syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari lingkaran agama. Dalil yang menunjukkan bahwa sembelihan semacam ini apabila ditujukan kepada selain Allah maka hukumnya adalah syirik akbar yaitu ayat di atas. Tidak boleh ada sekutu bagi-Nya dalam ibadah sholat dan sembelihan, oleh sebab itu tidak boleh mempersembahkan ibadah tersebut kepada selain Allah.
  2. Menyembelih untuk menghormati tamu atau sebagai hidangan perayaan pesta pernikahan (walimah ‘urs). Perbuatan semacam itu diperintahkan dalam syari’at. Hukumnya bisa jadi sunnah atau wajib. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, “Adakan walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan diantara bentuk penghormatan kepada tamu adalah menghidangkan sembelihan, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang dikisahkan dalam ayat yang artinya, “Maka Dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.” (QS. adz-Dzariyat : 26). Oleh karena itu sebagian ulama memfatwakan bahwa orang yang berkecukupan wajib menghidangkan sembelihan ternak yang dimilikinya apabila ada tamu yang bertandang ke rumahnya.
  3. Menyembelih untuk bersenang-senang. Yaitu untuk dimakan atau diperdagangkan. Hukumnya adalah boleh, sebagaimana ditetapkan oleh hukum asalnya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan Apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka Yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.” (QS. Yasin : 71-72) Akan tetapi hukum asal ini bisa berubah menjadi terlarang apabila tujuannya adalah sesuatu yang diharamkan (lihat Hushul al-Ma’mul, hal. 98-99, Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 67, Thariq al-Wushul, hal. 144, at-Tamhid, hal. 145)

Hukum penyembelihan
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy-Syaikh menjelaskan bahwa penyembelihan itu terbagi ke dalam beberapa keadaan :

  1. Menyembelih dengan menyebut nama Allah dan dipersembahkan kepada Allah. Ini hukumnya adalah termasuk tauhid.
  2. Menyembelih dengan menyebut nama Allah dan dipersembahkan kepada selain Allah. Ini merupakan syirik dalam hal ibadah.
  3. Menyembelih dengan menyebut nama selain Allah dan dipersembahkan kepada selain Allah. Ini merupakan syirik dalam hal isti’anah dan syirik dalam hal ibadah.
  4. Menyembelih dengan menyebut nama selain Allah akan tetapi sembelihan itu ditujukan kepada Allah. Ini merupakan syirik dalam hal rububiyah (at-Tamhid, hal. 139)

Laknat bagi penyembelih hewan untuk selain Allah
Dari ‘Ali radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku dengan empat nasihat : “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat anak yang melaknat kedua orang tuanya. Allah melaknat orang yang melindungi muhdits/muhdats. Allah melaknat orang yang sengaja mengubah patok batas tanah.” (HR. Muslim 1978, Kitab Adhahi, bab Tahriimu dzabhi lighairillahi wa la’nu faa’ilihi). Muhdits dengan kasroh artinya : penjahat. Sedangkan muhdats dengan fathah artinya : perkara yang diada-adakan/bid’ah dalam urusan agama. Sehingga apabila makna kedua yang dipakai maka makna ‘melindungi’ di sini adalah merasa ridha dan terus mempertahankannya (al-Jadid, hal. 107).

Hadits yang mulia ini memberikan beberapa pelajaran yang berharga bagi kita, diantaranya adalah :

  1. Diharamkan menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada selain Allah
  2. Diharamkan melaknat kedua orang tua secara langsung maupun secara tidak langsung
  3. Diharamkan membantu penjahat dan merasa ridha dengan berbagai macam bid’ah.
  4. Diharamkan mengubah patok tanah dengan tujuan merampas tanah orang lain
  5. Boleh melaknat para pelaku dosa besar dan penjahat dengan menyebut mereka secara umum (tanpa menyebut nama individu tertentu) (disadur dari al-Jadid fii Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 108)

Haramnya sembelihan orang musyrik
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah : 173).

Syaikh Muhammad Hamid al-Faqi berkata ketika mengomentari ayat yang bunyinya, ‘wa maa uhilla bihi lighairillah’ : “Asal makna ihlal adalah mengangkat suara dan memberitahukan. Maksud dari ungkapan bimaa uhilla bihi lighairillah [binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah] adalah : sembelihan yang secara terus terang diperuntukkan (dinadzarkan) bagi sesembahan selain Allah. Hakikatnya sama saja apakah mengangkat suara atau pemberitahuan itu benar-benar diucapkan (atau tidak, pent) sebelum penyembelihan; seperti dengan perkataan : ‘Ini adalah kambing sembelihan untuk Sayyidah fulanah atau Sayyid fulan’ yang dengan cara itu orang-orang pun mengetahui maksudnya. Meskipun orang yang menyembelihnya membaca bismillah maka hukumnya tetap sebagai sembelihan untuk selain Allah. Karena sesungguhnya tasmiyah (bacaan basmalah) dengan mulut itu adalah sia-sia belaka. Karena yang dimaksud dengan ungkapan ihlal (diumumkan) yang sebenarnya adalah maksud hati si penyembelih yang ingin melakukan pendekatan diri untuk selain Allah…” (Catatan kaki Fath al-Majid, hal. 139)

Sama halnya sembelihan para pemuja bintang atau jin yang mempersembahkan sembelihan kepada pujaannya itu. Syaikh al-Islam berkata : “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang murtad dan tidak boleh dimakan sembelihannya bagaimanapun juga. Bahkan dalam sembelihan mereka tergabung dua penghalang, yaitu : Pertama : Ia tergolong sembelihan yang diperuntukkan kepada selain Allah. Kedua : Ia adalah sembelihan orang murtad.” (Fath al-Majid, hal. 140). Wallahu a’lam bish shawaab.


Artikel asli: http://abumushlih.com/menyembelih-untuk-selain-allah.html/